BAB
1
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG MASALAH
Pajak adalah
kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Pajak merupakan sumber utama penerimaan Negara. Penggunaan
uang pajak mulai dari belanja pegawai sampai dengan pembanguna infrastruktur.
Pembangunan untuk sarana umum seperti rumah sakit, jalan raya, jembatan dan
berbagai hal yang mencakup kepentingan orang banyak.
Pajak terbesar
di Indonesia didapat dari industri pengolahan. Industri pengolahan yang
dimaksud ini adalah sektor manufaktur yang bukan migas. Indudtri migas juga
menyumbang angka yang besar unuk penerimaan pajak disusul industri makanan,
tembakau, pupuk dan kimia. Pajak yang sebagian besar diperoleh dari pengusaha
ini terkadang dimanipulasi oleh para oknum pengusaha untuk meminimalisir biaya
yang dikeluarkan oleh perusahaan. Hal ini lah yang dilakukan oleh PT. Asian
Agri Group. Dan dalam hal ini juga didukung oleh aparat penegak hukum dengan
menyiasati hukum yang akan dikenakan kepada pihak PT. AAG. Dalam hal ini kami
akan membahas kronologis dan sanksi yang dikenakan kepada PT. Asian Agri Group.
BAB 2
RUMUSAN MASALAH
1.
Siapakah
Pemilik PT. Asian Agri Grup ?
2.
Bagaimana
Kasus Penggelapan PT. Asian Agri Grup diketahui Negara ?
3.
Bagaimana
Kronologis kasus Penggelapan PT. Asian Agri Grup?
4.
Modus
apakah yang dilakukan oleh PT. Asian Agri Grup ?
5.
Apa
sajakah isi putusan Mahkamah Agung kepada PT. Asian Agri Grup
6.
Apakah
sanksi yang dikenakan kepada PT. Asian Agri Grup ?
BAB 3
PEMBAHASAN
MASALAH
PT. ASIAN AGRI GROUP
PT Asian Agri Group (AAG) adalah salah satu induk
usaha terbesar kedua di Grup Raja Garuda Mas, perusahaan milik Sukanto Tanoto.
Menurut majalah Forbes, pada tahun 2006 Tanoto adalah keluarga paling kaya di
Indonesia, dengan kekayaan mencapai US$ 2,8 miliar (sekitar Rp 25,5 triliun).
Selain PT AAG, terdapat perusahaan lain yang berada di bawah naungan Grup Raja
Garuda Mas, di antaranya: Asia Pacific Resources International Holdings Limited
(APRIL), Indorayon, PEC-Tech, Sateri
International, dan Pacific Oil & Gas.
Asian
Agri merupakan salah satu produsen minyak kelapa sawit terbesar
di Asia dengan kapasitas produksi per tahun mencapi 1 juta ton. Saat ini, Asian
Agri mengelola 28 perkebunan minyak kelapa sawit dan 19 pabrik pengilangan
minyak kelapa sawit. Perusahaan ini memiliki total area perkebunan kelapa sawit
sebesar 160.000 hektar, yang mana 60.000 hektar diantaranya dikembangkan oleh
para petani kecil di bawah Plasma/Skema KKPA. Ini adalah salah satu skema kerja
sama komunitas paling besar dan paling sukses di Indonesia yang telah membawa
keuntungan ekonomi dan transformasi sosial bagi 29.000 keluarga petani plasma
yang semuanya berlokasi di Sumatera.
AWAL MULA PENGGELAPAN PAJAK PT.
AAG DIKETAHUI NEGARA
Terungkapnya
dugaan penggelapan pajak oleh PT AAG, bermula dari aksi Vincentius Amin Sutanto
(Vincent) berusaha mencuri uang perusahaan AAG dengan membobol brankas PT AAG
di Bank Fortis Singapura senilai US$ 3,1 juta pada tanggal 13 November 2006.
Vincent saat itu menjabat sebagai group financial
controller di PT AAG – yang mengetahui seluk-beluk keuangannya.
Perbuatan Vincent ini terendus oleh perusahaan dan dilaporkan ke Polda Metro
Jaya. Vincent kabur ke Singapura dengan membawa sejumlah dokumen penting
perusahaan tersebut. Dalam pelariannya inilah terjadi jalinan komunikasi antara
Vincent dan wartawan Tempo.
Pada tanggal 1 Desember 2006 Vincent sengaja datang ke KPK
untuk membeberkan permasalahan keuangan PT AAG yang dilengkapi dengan sejumlah
dokumen keuangan dan data digital.Salah satu dokumen tersebut adalah dokumen yang
berjudul “AAA-Cross Border Tax Planning (Under Pricing of Export Sales)”,
disusun pada sekitar 2002. Dokumen ini memuat semua persiapan transfer
pricing PT AAG233 secara terperinci dan membeberkan penyimpangan pajak
yang dilakukan PT AAG.
Pembeberan Vincent ini kemudian ditindaklanjuti oleh KPK
dengan menyerahkan permasalahan tersebut ke Direktorat Pajak – karena memang
permasalahan PT AAG tersebut terkait erat dengan perpajakan.Direktur Jendral
Pajak Darmin Nasution, kemudian membentuk tim khusus yang terdiri atas
pemeriksa, penyidik dan intelijen. Tim ini bekerja sama dengan Pusat Pelaporan
dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Kejaksaan Agung.
Tim khusus tersebut melakukan serangkaian penyelidikan –
termasuk penggeledahan terhadap kantor PT AAG, baik yang di Jakarta maupun di
Medan. Kemudian, penyidik menemukan pelanggaran
administrasi sekaligus pelanggaran pidana yang dilakukan Suwir Laut dan
lainnya. Dan pada bulan Desember
2007 telah ditetapkan 8 orang tersangka, yang masing-masing berinisial ST, WT,
LA, TBK, AN, EL, LBH, dan SL. Kedelapan orang tersangka tersebut merupakan
pengurus, direktur dan penanggung jawab perusahaan
Selanjutnya, kasus ini
diproses hukum hingga akhirnya MA memutuskan Suwir
Laut
bersalah dan 14 perusahaan yang tergabung dalam AAG turut dihukum dengan
membayar pajak terhutang Rp.
1.259.977.695.652 dan hukuman denda 2 kali pajak terhutang, yaitu sebesar Rp
2,5 triliun.
Terungkapnya kasus penggelapan pajak oleh PT AAG tidak terlepas dari
pemberitaan investigatif Tempo baik koran maupun majalah dan pengungkapan dari
Vincent. Dalam konteks pengungkapan suatu perkara, apalagi perkara tersebut
tergolong perkara kakap, mestinya dua pihak ini mendapat perlindungan sebagai
whistle blower (tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang
karyawan untuk membocorkan kekurangan yang dilakukan oleh perusahaan atau
atasannya kepada pihak lain, berkaitan dengan kecurangan yang merugikan
perusahaan sendiri maupun pihak lain).
Kenyataannya, Vincent didakwa dengan pasal-pasal tentang pencucian uang –
karena memang dia, bersama rekannya, sempat mencoba mencairkan uang PT AAG.
Bahkan Vincent telah divonis dan dihukum 11 tahun penjara pada 3 April 2008
akan tetapi, bebas bersyarat pada 11 januari 2013 karena dinyatakan sebagai
justice collaborator (istilah untuk narapidana yang bekerjasama dengan aparat
penegak hukum, mengungkapkan kejahatan yang lebih besar). Sementara itu, pesan
pendek (SMS) Metta Dharmasaputra – wartawan Tempo disadap aparat penegak hukum,
print-out-nya beredar di kalangan pers. Pemberitaan investigatif Metta
Dharmasaputra dan komunikasinya dengan Vincent sempat menjadi urusan Dewan
Pers, bahkan nyaris diproses secara pidana.
KRONOLOGIS
JALINAN KOMUNIKASI ANTARA VINCENT DAN WARTAWAN TEMPO :
2006
24 Nov:
Kontak pertama kali Tempo dengan Vincentius A. Sutanto
lewat internet.
Vincent mengaku memiliki dokumen penggelapan pajak Asian
Agri. Chatting
juga dilakukan dengan dua media lain, termasuk majalah
Trust.
28 Nov-30 Nov:
Tempo ke Singapura menemui Vincent—sebelumnya bertemu
dengan wartawan
Trust. Ia sempat berencana bunuh diri dan akan
menyerahkan diri ke
polisi Singapura, karena merasa di Indonesia
keselamatannya terancam.
Juru Bicara RGM, Tjandra Putra, mengontak saya di
Singapura, mengundang
bertemu.
1 Des:
Vincent mulai membeberkan dugaan manipulasi pajak dan
suap Asian Agri
kepada KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), dengan harapan
ada
perlindungan saksi oleh KPK. Di Jakarta, RGM mengundang
wartawan,
menyatakan Vincent buronan Polda (Bisnis Indonesia, 2 Desember
2006).
2 Des:
Vincent mendapat ancaman dari private investigator di
Singapura (Mr.
Goh) untuk segera menyerahkan diri.
3 Des:
Vincent kembali ke Jakarta, dijemput oleh KPK untuk
melanjutkan
pelaporan indikasi manipulasi dan suap pajak.
11 Des:
Diantar KPK, Vincent menyerahkan diri ke Polda Metro Jaya
(diterima AKBP
Aris Munandar).
2007
Awal Januari
Keluarga Vincent meminta perlindungan Komnas HAM dan
Komnas Anak.
15 Jan:
Cover story Tempo soal dugaan manipulasi pajak Asian
Agri.
19 Jan:
Tim gabungan Direktorat Jenderal Pajak dan KPK melakukan
pemeriksaan di
kantor Asian Agri di Jakarta dan Medan (diliput media
massa). Sebagian
besar dokumen diduga telah dipindahkan.
Pertengahan April:
Vincent dipindahkan ke penjara Salemba. Menerima sejumlah
ancaman dan teror.
14 Mei:
Dirjen Pajak Darmin Nasution mengumumkan kepada pers
telah menemukan
bukti awal pidana pajak Asian Agri dengan kerugian negara
Rp 786 miliar.
Lima direksi ditetapkan sebagai tersangka.
15 Mei:
Tim intelijen dan investigasi Ditjen Pajak mendapatkan 9
truk dokumen
Asian Agri yang disembunyikan di kompleks pertokoan Duta
Merlin, Jakarta
Pusat. Vincent mulai diadili, dijerat pasal pencucian
uang dengan
tuntutan 12 tahun penjara.
9 Agust:
Vincent divonis 11 tahun penjara, dianggap terbukti
melakukan pencucian
uang.
19 Agust:
Kasat II/Fismondev Polda Metro Jaya, Aris Munandar,
dikutip Detik.com.
menyatakan meski Vincent sudah divonis, pengusutan
diteruskan untuk
mencari otak pembobolan.
27-28 Agust:
Sejumlah media menyebutkan, menurut sumber di Polda,
terdapat seorang
pengusaha berinisial E dan wartawan M di balik perbuatan
Vincent.
Diberitakan juga M ditunggu kesaksiannya, tapi belum
datang.
Berita bahkan menyebut nama Meta Dharma S. Seluruh
pemberitaan tanpa
konfirmasi.
Livina Sutanto, adik Vincent, menerima surat panggilan
dari Polda untuk
diminta keterangannya sebagai saksi kasus pencucian uang
pada 3 September.
29 Agust:
Surat No. Pol/Spgl/3002/VIII/2007/Ditsersekrimsus untuk
pemanggilan saya
pada 14 Agustus telah beredar di media massa, berikut
print-out SMS
Telkom Flexi.
Aris Munandar semula membantah menandatangani surat
panggilan,
belakangan membenarkan. Tapi, kata dia, surat belum
dikirim dan tidak
tahu mengapa banyak media sudah mengetahui.
3 Sept:
Surat panggilan Polda No. Spgl/3301/IX/2007/Ditreskrimsus
yang
ditandatangani Aris Munandar, dikirimkan ke rumah.
Meminta saya sebagai
karyawan swasta memberi keterangan sebagai saksi
berkaitan dengan
pelarian Vincent Jakarta-Singapura.
4 Sept:
Berita pemanggilan saya kembali diberitakan sejumlah
media.
Sebuah majalah mengutip sumber di Polda, memberitakan
seorang pengusaha
dan wartawan di balik pelarian Vincent.
Aris Munandar menyatakan bukti diperoleh dari rekaman
komunikasi sang
pengusaha dengan wartawan.
5 Sept:
Direktur Compliance & Risk Management Telkom,
Prasetio, dalam suratnya
menyatakan telah menerima permintaan resmi dari Penegak
Hukum untuk
mengeluarkan print-out SMS. Namun, kepada Tempo, Polda
menyatakan
pemanggilan saya bukan didasarkan pada SMS, tapi chatting
dengan Vincent
saat dalam pelarian.
Setiyardi Negara atas nama Forum Keluarga Alumni Tempo
menggelar Diskusi
Independensi Media di Era Pers Bebas: Kasus Tempo vs RGM
di Gedung
Joeang' 45, Jakarta, dengan pembicara Martin Aleida dan
Arsad Abdul Malkan.
5-6 Sept:
Sejumlah media memuat berita diskusi tersebut, tanpa
konfirmasi.
7 Sept:
Pemimpin Redaksi Majalah Tempo, Toriq Hadad, kepada
Detik.com menyatakan
peliputan kasus Asian Agri telah memenuhi kaidah jurnalistik.
Asian Agri mengeluarkan siaran pers yang ditandatangani
oleh Rudy Victor
Sinaga, Corporate Communication Manager Asian Agri
mempertanyakan sikap
Tempo dengan mengutip sejumlah pemberitaan media.
Jakarta, 14 September
Metta Dharmasaputra
Wartawan Tempo
PENGGELAPAN PAJAK YANG DILAKUKAN PT ASIAN AGRI GROUP
Penggelapan pajak yang dilakukan PT AAG berupa
penggelapan pajak penghasilan (pph) dan pajak pertambahan nilai (PPN). Selain
itu juga "bahwa dalam tahun pajak 2002-2005, terdapat Rp 2,62 triliun
penyimpangan pencatatan transaksi. Yang berupa menggelembungkan biaya
perusahaan hingga Rp 1,5 triliun. Mendongkrak kerugian transaksi ekspor Rp 232
miliar. Mengecilkan hasil penjualan Rp 889 miliar.
Lewat modus ini, Asian Agri diduga telah
menggelapkan pajak penghasilan untuk badan usaha senilai total Rp 2,6 triliun.
Perhitungan SPT Asian Agri yang digelapkan berasal dari SPT periode 2002-2005.
Hitungan terakhir menyebutkan penggelapan pajak itu diduga berpotensi merugikan
keuangan negara hingga Rp 1,3 triliun.
Menilik modus operandi dalam kasus ini, penggelapan pajak
bukanlah satu-satunya perbuatan pidana yang bisa didakwakan kepada Asian Agri
Group. Penyidikan terhadap Asian Agri Group juga dapat dikembangkan pada tindak
pidana pencucian uang (money laundering). Dalam hal itu,
penggelapan pajak oleh Asian Agri Group perlu dilihat sebagai kejahatan asal (predict
crime) dari tindak pidana pencucian uang. Sebagaimana lazimnya, kejahatan
pencucian uang tidak berdiri sendiri dan terkait dengan kejahatan lain.
Kegiatan pencucian uang adalah cara untuk menghapuskan bukti dan menyamarkan
asal-usul keberadaan uang dari kejahatan yang sebelumnya. Dalam kasus
ini, penggelapan pajak dapat menjadi salah satu mata rantai dari kejahatan
pencucian uang.
Asian Agri
Group mengecilkan laba perusahaan dalam negeri agar terhindar dari beban pajak
yang semestinya dengan cara mengalirkan labanya ke luar negeri (Mauritius,
Hongkong Macao, dan British Virgin Island). Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) kelompok usaha Asian
Agri Group kepada Ditjen Pajak telah direkayasa sehingga kondisinya seolah
merugi (Lihat pernyataan Darmin Nasution, Direktur Jenderal Pajak, mengenai
rekayasa SPT itu). Modus semacam itu memang biasa dilakukan dalam kejahatan
pencucian uang, sebagaimana juga diungkapkan oleh Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan (PPATK), Yunus Hussein mengenai profile,
karakteristik, dan pola transaksi keuangan yang tidak beres sebagai indikasi
kuat adanya money laundering (Metro TV, 8/1/2008).
Kuatnya dugaan tindak pidana pencucian uang oleh Asian
Agri Group semakin didukung fakta-fakta yang diperoleh lewat penelusuran Tempo.
Investigasi wartawan Tempo memperlihatkan adanya transaksi mencurigakan
melalui perbankan untuk mengalirkan uang hasil penggelapan pajak Asian Agri
Group ke afiliasinya di luar negeri yang ternyata adalah perusahaan fiktif.
Salah satu perusahaan fiktif itu adalah Twin Bonus Edible Oil and Fat,
yang setelah dilakukan pengecekan rupanya menggunakan alamat pabrik payung
yang berkedudukan hukum di Hongkong (Tempo, 4/2/2007).Catatan/profile transaksi
keuangan yang tidak beres dan adanya transaksi dengan perusahaan fiktif
merupakan bukti permulaan yang bisa digunakan untuk membuat terang dugaan
tindak pidana pencucian uang. Penyidikan selanjutnya bisa dilakukan dengan
menyelusuri tiga tahapan dalam kejahatan pencucian uang :
Pertama, penempatan (placement)
yang dimulai dengan menyelundupakan penghasilan yang diduga dari laba perusahaan
ke negara lain.
Kedua, pelapisan (layering) yaitu proses pemindahan
dana dari beberapa rekening atau lokasi tertentu sebagai hasil upaya placement
ke tempat lainnya melalui serangkaian transaksi yang kompleks didesain
untuk menyamarkan atau mengelabui sumber uang haram terebut (mengenai tahap layering,
lihat: Yunus Hussein, 2007).
Ketiga,
integrasi (integration) yang
merupakan tahap akhir dari proses money laundering yang bertujuan
menjadikan uang hasil tindak pidana itu dapat digunakan/dinikmati selayaknya
uang halal.
MODUS PENGGELAPAN PAJAK YANG DILAKUKAN PT. ASIAN AGRI GROUP
PT. Asian
Agri group menjual produk minyak sawit mentah (Crude Palm Oil) keluaran
PT AAG ke perusahaan afiliasi di luar negeri dengan harga di bawah harga pasar
yang kemudian dijual kembali ke pembeli riil dengan harga tinggi. Dengan
begitu, beban pajak di dalam negeri bisa ditekan.
Modus operandi yang dilakukan Vincent, yang merupakan otak pelaku
kejahatan, adalah dengan mendirikan PT fiktif yang menjadi rekanan PT. AAG
dalam menjual produk minyaknya keluar negeri dan membuat rekening fiktifnya.
Dia bekerja sama dengan kedua temannya yang dikenalnya ketika mengambil gelas
MBA di Amerika, yaitu Hendri Susilo dan AFS yang membuat akta pendirian
perusahaan yaitu PT Asian Agri Jaya dan PT Asian Agri Utama. Vincent berjanji
akan memberikan 10% keuntungan kepada temannya tersebut.
Perusahaan tersebut kemudian membuka rekening di sebuah bank di Indonesia
yang digunakan untuk menampung uang hasil kejahatannya. Pada tanggal 13
November 2006, Vincent membuat dua lembar aplikasi pengiriman uang PT Asian
Agri Oils and Fats Ltd, yang tersimpan di rekening Fortis Bank Singapore. Surat itu berisi permintaan
agar bank mentransfer USD 1,2 juta ke rekening PT Asian Agri Utama dan USD 1,9
juta ke rekening PT Asia Agri Jaya di Panin Bank. Aplikasi ini dibuat dan
ditandatangani Vincent dengan memalsukan tanta tangan dua pejabat tinggi
perusahaan di Singapura.
Kemudian pada tanggal 15 November 2006, uang tersebut ditransfer ke
rekening Bank Panin milik PT Asian Agri Jaya yang didirikan oleh Hendri. Sehari
kemudian perusahaan di Singapura mengecek transfer tadi, ternyata anak perusahaan
di Jakarta tidak menerima uang tersebut, yang menerima malah perusahaan lain
(yang didirikan Hendri). Kemudian Asian Agri pun melaporkan keganjilan tersebut
kepada polisi dan rekening untuk penampung transfer tersebut ketahuan dan
diblokir, padahal Vincent baru mengambil Rp. 200 juta.
Asian Agri yang dibantu polisi, sudah keburu mengendus aksinya dan
melakukan pengejaran, Vincent lalu melarikan diri ke Singapura. Sebagai salah
satu akuntan top di Asian Agri, Vincent memiliki banyak dokumen penting yang
hendak dijadikan senjata agar pihak Asian Agri mau mengampuninya dan tidak
membawa kasus tersebut ke polisi. Namun, pihak Asian Agri terus mengejarnya,
akhirnya Vincent memutuskan untuk menyerahkan diri ke Polda Metro Jaya dan
melaporkan kasus dugaan penggelapan pajak yang dilakukan oleh Asian Agri,
sehingga pihak Asian Agri pun harus berurusan dengan polisi dan Direktorat
Jenderal Pajak.
ULASAN PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
Putusan Nomor :2239 K/PID.SUS/2012 (679 hal), dengan
Terdakwa SUWIR LAUT alias LIU CHE SUI alias ATAK dalam Kasus Tindak Pidana di
Bidang Perpajakan (Asian Agri Group)
1. Putusan dijatuhkan atas terdakwa Suwir Laut
dalam jabatannya sebagai Tax Manager dari Asian Agri Group dan terdaftar
sebagai pegawai di PT. Inti Indosawit Subur yang sudah menjalani
penahanan sejak Desember 2010.
2. Terdakwa dinyatakan bertanggung jawab atas
pelaporan pajak di beberapa Kantor Pajak dari WP Besar hingga Kisaran.
Disebutkan adanya tax planning meeting yang membahas perencanaan untuk
mengecilkan pajak. (Catatan: penulis berpendapat hal ini tidak tepat karena tax
planning tidak sama dengan tax evasion).
3. Berikut adalah hal yang dilakukan,
berdasarkan dakwaan halaman 4 - 6 mengenai perencanaan guna mengecilkan
pembayaran pajak melalui beberapa cara yakni :
A. Rekayasa keuangan internasional disebutkan
sebagai berikut, sebagaimana dikutip dibawah ini:
Rekayasa penjualan
tersebut dilakukan melalui penjualan ekspor yang pengiriman barangnya langsung
ditujukan ke negara pembeli (End Buyer) tetapi dokumen keuangan yang berkaitan
dengan transaksi ekspor tersebut (Letter of Credit/LC, Invoice) dibuat
seolah-olah dijual kepada perusahaan di Hong Kong (Twin Bonus Edible Oils Ltd.,
Goods Fortune Oils & Fats Ltd., United Oils & Fats Ltd., atau Ever Resources
Oils & Fats Industries Ltd), kemudian dijual lagi ke perusahaan di Macau
(Global Advance Oils and Fats) atau British Virgin Island/BVI (Asian Agri Abadi
Oils and Fats Ltd.), baru selanjutnya dijuai ke End Buyer. Padahal perusahaan
di Hong Kong, Macau maupun di BVI adalah perusahaan paper company atau Special
Purpose Vehide (SPV) yang digunakan sebagai fasilitator untuk secara
dokumentasi mendukung transaksi tersebut dan sebagai tempat untuk menampung
selisih harga jual.
Rekayasa penjualan
produk-produk AAG ke luar negeri dengan maksud mengubah harga jual yang
seharusnya ke End Buyer diganti dengan harga yang lebih rendah (under
invoicing) ke perusahaan-perusahaan tersebut di Hong Kong sehingga keuntungan
(profit) menjadi lebih rendah untuk perusahaan di Indonesia. Seluruh pembuatan
Invoice penjualan baik untuk perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam AAG
maupun perusahaan di Hongkong, Macau dan BVI dilakukan di Medan oleh karyawan
AAG. Akibat transaksi penjualan ekspor dengan cara under invoicing tersebut adalah
laba yang dilaporkan oleh perusahaan di Indonesia menjadi lebih rendah dari
pada yang seharusnya sehingga pajak terutang yang dilaporkan menjadi lebih
kecil dari pada yang seharusnya ;
B. Rekayasa keuangan dalam negeri
Penggelembungan biaya lewat biaya Jakarta, biaya
hedging dan biaya management fee. Disebutkan lebih lanjut, dalam halaman
:
BIAYA JAKARTA yaitu
melakukan penggelembungan Biaya yang dibuat dengan MEMO VOUCHER di Kantor AAG
di Jakarta oleh Terdakwa. Biaya Jakarta ini tidak ada transaksi ekoNomi yang
sebenarnya dan hanya untuk menampung pengeluaran uang dari rekening perusahaan
yang tergabung dalam AAG secara tunai ke rekening perantara HAREL (Haryanto
Wisastra - Eddy Lukas) di Bank Permata Jakarta dan ELDO (Eddy Lukas - Djoko
Soetanto Oetomo) di Bank Bumi Putra Jakarta.
BIAYA HEDGING, adalah
Biaya fiktif yang dilakukan dengan menciptakan rugi (loss creating) berupa
pembebanan Biaya "washout/hedging loss". Mekanismenya dilakukan
dengan cara perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam AAG seolah-olah membuat
kontrak penjualan ekspor minyak kelapa sawit mentah (Crude Palm OH/CPO) ke
perusahaan di Hongkong yang penyerahan barangnya dilakukan beberapa waktu
kemudian, namun sebelum jatuh tempo penyerahan barang dilakukan pembelian
kembali (washout) oleh perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam AAG dengan
harga yang lebih tinggi. Selisih harga beli kembali dengan harga jual
dibebankan sebagai Biaya hedging loss.
BIAYA MANAJEMEN FEE,
adalah Biaya fiktif yang dibebankan pada Biaya Umum dan Adminstrasi yang
pembebanannya didasarkan hanya pada kontrak semata yang dibuat antar perusahaan
dalam satu group baik yang di dalam negeri maupun di luar negeri. Tidak ada
pelaksanaan atau progress dari jasa manajemen yang diberikan atau tidak ada
bentuk penyerahan jasa manajemen dimaksud. Pembebanan yang tidak seharusnya ini
merupakan penciptaan Biaya (loss creating) dan hanya upaya memperkecil
penghasilan kena pajak
C. Pelaporan keuangan
Laporan Rugi Laba dan Neraca yang diserahkan untuk
pelaporan SPT Tahunan bukan laporan yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan
Publik. Hal ini menimbulkan kerugian yang dijelaskan dalam tabel berisi
daftar perhitungan kerugian negara.
Perbuatan Terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan
diancam pidana berdasarkan Pasal 39 ayat (1) huruf c jo. Pasal 43 ayat (1)
Undang-Undang RI No. 6 Tahun 1983 tentang KUP sebagaimana telah diubah
dengan UU No. 16 Tahun 2000 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Pasal 39 ayat (1) UU KUP memberikan sanksi atas
kerugian pada pendapatan negara berupa sanksi pidana penjara paling singkat 6
(enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua)
kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4
(empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar
Pasal 43 UU KUP menjelaskan bahwa ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dan Pasal 39A, berlaku juga bagi wakil,
kuasa, pegawai dari Wajib Pajak, atau pihak lain yang menyuruh melakukan, yang
turut serta melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak
pidana di bidang perpajakan.
4. Pajak Internasional
Demikian juga
putusan ini mempunyai pertimbangan menarik tentang mengapa sanksi pidana
diterapkan dalam kasus ini dan bukan sanksi administrasi, juga dalam hal
pembuktian dimana ribuan bukti, tepatnya lebih dari 8000 dokumen, dijadikan
dasar pembuktian dalam kasus ini.
Ada beberapa hal menarik berhubungan dengan
transaksi internasional yang berhubungan dengan pajak internasional dan
dianggap sebagai pendukung penggelapan pajak seperti berikut:
-Dalam putusan tidak dijelaskan secara rinci apakah
perusahaan di luar negeri seperti perusahaan di Hong Kong, yakni Twin Bonus Edible Oils Ltd atau Goods
Fortune Oils & Fats Ltd merupakan perusahaan yang memiliki hubungan
istimewa. Begitu juga dengan perusahaan di Macau yakni Global Advance Oils and Fats serta
perusahaan di British Virgin Island yakni Asian Agri Abadi Oils and Fats Ltd tidak dijelaskan apakah
mereka merupakan perusahaan yang memiliki hubungan istimewa sesuai Pasal 18(2)
Undang-Undang No 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan meskipun dari
perusahaan yang disebut terakhir dapat diperkirakan merupakan perusahaan
terkait karena nama Asian Agri.
Dalam dakwaan disebutkan bahwa perusahaan tersebut
merupakan SPV dan melakukan under invoicing.
-Jika perusahaan tersebut merupakan perusahaan
terkait apakah hal sebaiknya peraturan yang diterapkan seharusnya merupakan
peraturan transfer pricing sebagaimana diatur misalnya dengan Per DJP No. PER -
32/PJ/2011 tentang penerapan Arm's Length Principle dalam related party
transaction? Perlu ada pembedaan antara transfer pricing dan tax evasion yang
sepertinya perlu peraturan lebih lanjut melihat putusan seperti ini.
-Tidak ada penjelasan hedging loss apakah hal ini
sudah sesuai dengan standar akuntansi atau merupakan satu financial engineering
yang merupakan satu penggelapan pajak. Penentuan harga dalam hedging juga
perlu disoroti karena harga acuan apa yang dipakai dalam ekspor
komoditas. Sebagai contoh, Surat Edaran DJP No. 50/PJ/2013 tentang
Pedoman Pemeriksaan Transfer Pricing menjelaskan penggunaan pembanding
eksternal dalam hal harga pasar produk komoditas oleh pihak independen.
Dalam fakta hukum yang diungkap, halaman 468, dijelaskan bahwa
yang telah terjadi adalah hedging fiktif.
-Management fee merupakan biaya yang dapat
dikurangkan dan menurut Surat Edaran DJP tahun 1984 adalah pemberian jasa
dengan ikut serta secara langsung dalam melaksanakan manajemen dengan
mendapatkan balas jasa berupa imbalan manajemen ("management fee").
Umumnya hal ini menjadi bagian dari pemeriksaan transfer pricing karena
biasanya merupakan related party transaction.
Dalam dokumen yang menjadi bukti, didapati adanya
bukti management fee termasuk management fee agreement termasuk bukti
pembayarannya (contoh, dokumen nomor 6962 halaman 198). Tidak dijelaskan
secara rinci apakah ini merupakan bagian transaksi dengan hubungan istimewa.
ANALISIS KASUS DAN PENERAPAN PASAL
a. Modus
Terdakwa
Modus
yang dilakukan PT AAG adalah Cara dengan menghindari pembayaran pajak melalui
pembukuan penjualan yang dibuat tidak sebagaimana mestinya. dengan cara menjual
produk minyak sawit mentah (Crude Palm Oil) keluaran PT AAG ke perusahaan
afiliasi di luar negeri dengan harga di bawah harga pasar – untuk kemudian
dijual kembali ke pembeli riil dengan harga tinggi. Dengan begitu, beban pajak
di dalam negeri bisa ditekan.
b. Unsur-Unsur
Tindak Pidana Penggelapan Pajak Oleh PT. Asian Agri Group
Dihubungkan
dengan TPPU, dapat diuraikan dugaan TPPU sbb:
1. Pemilik Asian Agri (ST)
Alternatif yang dapat
didakwakan:
·
hanya diproses dakwaan penggelapan pajak
dan pemalsuan surat jo penyertaan KUHP;
·
-diproses secara kumulatif pemalsuan
surat serta TPPU, tapi mengingat penggelapan pajak sedang di sidik oleh PPNS,
maka tidak mungkin digabung. Karena TPPU disidik penyidik polri.
Unsur-unsur Pasal 3 ayat (1) UU TPPU sebagai
berikut :
1. Setiap
orang, dapat dijelaskan sebagai berikut:
Karena
dinyatakan dengan kata setiap orang, maka diperuntukkan tanpa melihat
kewarganegaraan seseorang, artinya semua orang dapat dikenakan pasal ini,
lebih-lebih masalah Money Laundring ini sudah merupakan masalah global.
2. Dengan
sengaja, ini berarti orang yang disangkakan melakukan Tindak Pidana Pencucian
uang tersebut harus dibuktikan sifat sengajanya, apakah sebagai bentuk
kesengajaan sebagai kehendak, atau perbuatannya itu memang dikehendaki, ataukah
hanya karena bentuk pengeahuan, artinya adanya pengetahuannya akan dampak dari
perbuatannya.
3. Menempatkan;
mentransfer; membayarkan atau membelanjakan;
menghibahkan atau menyumbangkan; menitipkan; membawa keluar negeri;
menukarkan atau perbuatan lainnya, yang
adalah masing-masing perbuatan merupakan suatu alternative yang cukup
dibuktikan salah satunya saja, kecuali seseorang melakukan beberapa perbuatan
sekaligus, maka kesemuanya harus dituangkan dalam berkas perkara, seperti :
·
Menempatkan kedalam jasa keuangan,
artinya perbuatan memasukkan uang tunai kedalam penyedia jasa keuangan, seperti
menabung, membuka giro atau deposito (sipelaku /predicat crime menyimpan
sendiri hartanya).
·
Mentransfer, artinya perbuatan
pemindahan uang dari penyedia jasa keuangan satu ke penyedia jasa keuangan lain
(pelaku/ predicat crime memindahkan harta kekayaan yang diperolehnya dari
tindak pidana itu kepada pihak lain dengan menggunakan sarana perbankan).
·
Membayarkan atau membelanjakan, artinya
penyerahan sejumlah uang atas pembelian sesuatu benda kepada seseorang atau
pihak lain. (pelaku menggunakan uang hasil tindak pidananya itu untuk membayar
atau berbelanja, seperti membeli tanah, perusahaan dsb).
·
Menghibahkan atau menyumbangkan, artinya
perbuatan hukum mengalihkan kebendaan
secara cuma-cuma, termasuk pengertian hibah dalam hukum perdata kepada pihak lain maupun keluarganya.
·
Menitipkan, artinya uang hasil
kejahatannya disimpan kepada seseorang, baik secara phisik, maupun menggunakan
sarana perbankan milik temannya itu sebagaimana ketentuan hukum perdata.
·
Membawa ke luar negeri, artinya kegiatan
membawa secara phisik atas kekayaannya, baik dalam bentuk uang maupun benda
lainnya tersebut dengan melewati batas wilayah Negara Republik Indonesia.
·
Menukarkan, artinya perbuatan penukaran
mata uang ke mata uang asing (Valas) ataupun dari surat berharga yang satu
kepada surat berharga lainnya, termasuk penukaran benda lainnya.
·
Perbuatan lainnya adalah
perbuatan-perbuatan diluar yang telah disebutkan diatas, seperti Over booking,
yaitu pemindah bukuan dari rekening satu kepada rekening lainnya dalam satu
bank, sehingga tidak termasuk transfer) dll.
4. Harta
kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana,
maksudnya orang tersebut dengan penilaiannya dia dapat mengetahui atau
setidak-tidaknya secara kepatutan dapat memperkirakan (proparte dulus proparte
culpa) bahwa harta itu diperolehnya dari hasil kejahatan, sebagaimana yang
tertuang dalam pasal 2 ayat (1) Undang-undang no. 25 tahun 2003 tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang.
Sedang yang dimaksud harta kekayaan disini
adalah sebagaimana ketentuan pasal 1 angka 4 UU TPPU yang menyebutkan adalah
semua benda bergerak atau benda tidak bergerak, baik yang berwujud maupun yang
tidak berwujud.
Ke dalam Penyedia Jasa Keuangan, artinya
bukan saja lembaga perbankan dan asuransi, tetapi juga penyedia jasa keuangan
lainnya sebagaimana yang ditentukan oleh pasal 1 ke 5 UU TPPU yang menyebutkan
penyedia jasa keuangan adalah setiap orang yang menyediakan jasa di bidang
keuangan atau jasa lainnya yang terkait dengan keuangan termasuk tetapi tidak
terbatas pada bank, lembaga pembiayaan, perusahaan efek, pengelola reksa dana,
kostodian, wali amanat, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, pedagang valuta
asing, dana pensiun, perusahaan asuransi dan kantor pos.
Baik atas nama sendiri atau orang lain,
artinya sekalipun diatas namakan rang lain sipelaku tetap saja tidak dapat
dibebaskan dari perbuatan pencucian uang.
Dengan maksud untuk menyembunyikan atau
menyamarkan asal usul harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana
2.
Pasal 6 UU TPPU dikenakan terhadap
keluarga ST dan/atau rekannya:
Pasal 6 ayat (1) TPPU
menyatakan : “Setiap orang yang menerima atau menguasai, penempatan,
pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan atau penukaran harta
kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15
(lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp 100.000.000,- (seratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp 15.000.000.000,-(lima belas milyar rupiah)”.
Dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1)
Digunakannya kata setiap orang, maka
diperuntukkan tanpa melihat kewarganegaraan seseorang, artinya semua orang
dapat dikenakan pasal ini, lebih-lebih masalah Money Laundring ini sudah
merupakan masalah global . Menerima atau menguasai, penempatan, pentransferan,
pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan atau penukaran harta kekayaan, dapat
dijelaskan sebagai berikut :
·
Menerima atau menguasai penempatan harta
kekayaan, berarti sifat perbuatannya sebagai penampung uang tunai bahkan hanya
menguasai atau berada dalam kekuasaannya harta kekayaan ke dalam system
perbankannya, tanpa diperlukan suatu pembuktian siapa pemilik dari harta
kekayaan tersebut.
·
Menerima atau menguasai pentransferan
harta kekayaan, artinya seperti point 2 diatas, tetapi melalui transaksi
perbankan, bukan uang tunai.
·
Menerima atau menguasai pembayaran harta
kekayaan,merupakan perluasan ancaman kepada pihak-pihak, dalam hal ini termasuk
dalam konteks tindakan yang legal atau syah, sehingga dibutuhkan suatu itikad
baik dari penjual untuk membantu pemberantasan kejahatan money laundering di
Indonesia.
·
Menerima atau menguasai hibah harta
kekayaan, identik dengan point b diatas, tetapi dikhususkan untuk tindakan
pemberian.
·
Menerima atau menguasai sumbangan harta
kekayaan, sama dengan poin c untuk yang bersifat sukarela sekalipun
·
Menerima atau menguasai penitipan atau
penukaran harta kekayaan, dalam hal ini menunjukkan betapa sangat luas jangkauan
larangan termasuk juga hanya untuk tindakan penitipan yang berarti tanpa sifat
kepemilikan sama sekali.
2)
Yang diketahui atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana, maksudnya,orang tersebut dengan penilaiannya
dapat mengetahui atau setidak-tidaknya secara kepatutan dapat memperkirakan
(proparte dulus proparte culpa) bahwa harta itu diperolehnya dari hasil
kejahatan, sebagaimana yang tertuang dalam pasal 2 ayat (1) Undang-undang no.
25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
SANKSI YANG DIBERIKAN KEPADA PT. ASIAN AGRI GROUP
Menurut UU pajak sanksi dibagi menjadi dua yaitu
sanksi administrasi dan sanksi pidana. Sanksi administrasi adalah sanksi berupa
denda, bunga, dan sanksi kenaikan. Sanksi pidana adalah sanksi berupa kurungan
dan penjara.
Mahkamah Agung (MA) menghukum Asian Agri, perusahaan
perkebunan kelapa sawit milik Sukanto Tanoto bayar denda Rp 2,5 triliun atas
kasus penggelapan pajak. Putusan perkara penggelapan pajak diputuskan sebagai
corporate liability (pertanggungjawaban kolektive) yaitu Fucarious Liability
(Perusahaan bertanggung jawab atas perbuatan pidana karyawannya).
Penggelapan yang dilakukan PT Asian Agri Group dan
14 perusahaan yang tergabung adalah :
1.
PT. Dasa Anugrah Sejati
2.
PT. Raja Garuda Mas Sejati
3.
PT. Saudara Sejati Luhur
4.
PT. Indo Sepadan Jaya
5.
PT. Nusa Pusaka Kencana
6.
PT. Andalas Intiagro Lestari
7.
PT. Tunggal Yunus Estate
8.
PT. Rigunas Agri Utama
9.
PT. Rantau Sinar Karsa
10.
PT. Sispra Matra Abadi
11.
PT. Mitra Unggul Pusaka
12.
PT. Hari Sawit Jaya
13.
PT. Inti Indosawit Subur
14.
PT.
Gunung Melayu
PT asian agri group dikenai sanksi
pidana oleh MA berupa denda pajak sebesar 2,5 triliun dalam kasus penggelapan
pajak dengan terdakwa Manager pajak Asian agri berdasarkan keputusan Mahkamah
Agung (MA) No 2239.K/PID.SUS/2012 tanggal 18 Desember 2012 yaitu suwir laut
yang divonis 2 tahun dengan masa percobaan 3 tahun karena memasukkan data pajak
yang tidak sebenarnya (self assesment) melanggar prinsip hukum pajak yaitu
memenuhi kewajiban membayar pajak dengan melaporkan secara jujur sendiri
kewajiban hutang pajaknya (terdakwa mengisi data palsu kewajiban perusahaan).
Sehingga berturut-turut selama 4 tahun sejumlah 16 perusahaan tidak/kurang
membayar kewajiban pajak yg sebenarnya.
Sebelumnya, kasus penggelapan pajak
perkebunan kelapa sawit milik Tanoto Sukanto ini dibongkar oleh Mantan Group
Financial Controller Asian Agri, Vincentius Amin Sutanto
Akibat kasus penggelapn pajak ini,
Negara dirugikan senilai Rp. 1.259.977.695.652,- (satu trilyun dua ratus lima
puluh Sembilan milyar sembilan ratus tujuh puluh tujuh juta enam ratus sembilan
puluh lima ribu enam ratus lima puluh dua rupiah). Dan perusahaan yang
bergabung dengan AAG group harus membayar senilai 2 x Rp 1.259.977.695.652 = 2.519.955.391.304.
Sedangkan Direktorat jenderal Pajak akan
menagih kekurangan pajak sebesar RP. 1,25 triliun selama 2002 - 2005 dengan
dendanya sebesar 1,9 triliun. Adapun rincian tagihan pajak terhadap tunggakan
pajak asain agri adalah :
Pokok
pajak RP. 1,295 triliun
Sanksi
pajak Rp. 653,4 miliar
Total
1,913 triliun.
PT Asian agri Group sempat mengajukan
banding ke Pengadilan Pajak namun, menurut Dirjen Pajak Fuad Rahmany setelah
dalam proses hukum selama 6 tahun, MA memutuskan Asian Agri kalah, dan harus
membayar dendanya sebesar Rp 2,5 triliun atau 200% dari pokok tunggakan
pajaknya.
PEMBAYARAN DENDA PAJAK
PT. ASIAN AGRI GROUP
Pada akhir Januari
2014, kejaksaan dan AAG sepakat membayar terlebih dahulu sebesar Rp719,9 miliar
dan pembayaran tersebut terlaksana pada 28 Januari 2014. Sisanya, sebesar Rp
1,8 triliun dicicil hingga Oktober 2014 sebesar Rp 200 miliar per bulan.
Sebagai jaminan itikad baik, AAG berkomitmen melunasi seluruh denda dengan
mengeluarkan bilyet giro lebih dari 100 lembar yang sudah dititipkan kepada
Mandiri dan tiap bulan dapat di cairkan. Datas Ginting juga menjelaskan, pihak
Kejaksaan sebagai eksekutor ketika itu sepakat memberikan kesempatan pada AAG
untuk melakukan pembayaran dengan sistem mencicil karena lembaga kejaksaan juga
harus mempertimbangkan aspek mendasar dari hukum itu sendiri yakni keadilan.
Pembayaran sisa denda
sebesar dua kali pajak terhutang ini dilakukan lebih cepat dari kebijakan waktu
yang diberikan oleh Jaksa Eksekutor. PT Asian Agri Group perusahaan milik
Sukanto Tanoto ini melunasi secara total cicilan pada 17 september 2004.
Sedangkan untuk kekurangan pajak
dan sanksinya PT. Asian agri Group masih
mengajukan banding.Dan dua anak usaha Asian Agri Group yaitu PT Rigunas Agri
Utama dan PT Raja Garuda Mas Sejati telah diberikan penolakan banding oleh
Pengadilan Pajak. Dua hakim telah menolak banding yang diajukan oleh kedua anak
usaha Asian Agri, namun, salah seorang dari tiga hakim yang mengadili banding
tersebut menyatakan disssenting opinion. Alasan penolakan dari kedua hakim
adalah mereka tidak memiliki kewenangan memproses banding tersebut.
Satu Hakim
Anggota itu adalah Djangkung Sudjarwadi. Djangkung menjelaskan, permohonan
banding telah memenuhi ketentuan pasal 27 UU No 6 tahun 1983 tentang KUP,
sebagaimana telah diperbaharui dengan UU No 28 2007. “Surat banding
memenuhi peryaratan umum formal sehingga dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan
materi,” kata Djangkung.
Sementara
itu, Guru Besar Perpajakan Universitas Indonesia (UI), Prof Gunadi, mengatakan,
tujuan hukum pajak adalah bukan untuk mempidana orang, tetapi lebih pada upaya
untuk mengumpulkan uang untuk mengisi pundi-pundi APBN dari sektor pajak yang
akan digunakan untuk pembangunan. “Tujuan hukum pajak juga bukan semata-mata
untuk kepastian hukum saja, tapi juga untuk memenuhi rasa keadilan,” kata
Gunadi.
Sehingga dari penolakan banding yang diajukan
2 perusahaan tersebut Direktrorat Jenderal Pajak masih akan menghadapi
12 anak usaha dari Asian Agri Group.
Sumber referensi : https://goodmaterialku.blogspot.co.id/2016/06/analisa-kasus-pajak-pt-asian-agri-group.html
https://fenipangestu.wordpress.com/2014/11/07/drama-panjang-kasus-penyelewengan-pajak-asian-agri-group/